Matahari TANPA sinar tidak layak disebut matahari, DEMIKIAN juga dengan diri kita.
Kita adalah MATAHARI yang seharusnya memancarkan sinar, SEKALIPUN mendung kelabu menutupi pandangan orang UNTUK melihat keindahan cahaya kita.
"BUKAN karena hari ini INDAH kita BAHAGIA, tapi karena kita BAHAGIA maka hari ini menjadi INDAH"
BUKAN karena tidak ada "RINTANGAN" kita menjadi "OPTIMIS", tapi karena kita "OPTIMIS" maka "RINTANGAN" menjadi tidak terasa.
BUKAN karena "MUDAH", kita "YAKIN BISA". Tapi karena kita "YAKIN BISA" maka semuanya JADI "MUDAH".
BUKAN karena semua "BAIK" maka kita "TERSENYUM",
tapi karena kita "TERSENYUM" maka semua menjadi "BAIK".
BUKAN karena kita mengucap "SYUKUR" maka "KEBAHAGIAAN" terasa dekat. Tapi "BERSYUKURLAH" maka "KEBAHAGIAAN" senantiasa dekat.
Tidak ada hari yang menyulitkan kecuali kita "SENDIRI" yang membuatnya menjadi "SULIT".
JANGAN pernah mengeluh dengan adanya "KESULITAN", karena "KESULITAN" lah yang telah BIKIN kita lebih BAIK dan KUAT dari sebelumnya.
Sesungguhnya KUNCI sukses dalam hidup ini adalah SELALU mengucap syukur.
Sumber: facebook pendidikan karakter
twitter: @penakarakter
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Friday, September 20, 2013
Hanya jika anda tahu.... (bacalah selagi sempat)
Thursday, September 19, 2013
Kekosongan dan Kesombongan
Banyak orang merasa bangga dengan apa yang mereka miliki.
Saat mereka kaya dengan ilmu atau pun harta, maka akan sangat sulit untuk berbagi dan takut untuk disaingi.
Ketika orang menjadi sombong, mereka akan haus dengan pujian-pujian.
Kita dilahirkan dengan telanjang. Tidak ada bayi yang lahir dengan membawa gelar atau pun kekayaan.
Kita lahir pun juga karena pertolongan orang lain, kita tidak bisa lahir dengan sendirinya. Seorang ibu dengan bantuan dokter, bersama-sama berjuang melawan maut untuk melahirkan kita.
Lalu apa yang pantas untuk kita sombongkan?
Kesombongan dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Saat kita sombong, kita akan menjadi egois dan tidak membutuhkan orang lain.
Bagaimana saat kita mengalami kesukaran?
Dapatkah kita meminta pertolongan pada "kesombongan" itu sendiri?
Kesombongan dapat menjadi alat pembunuh untuk diri sendiri.
Kesombongan yang kita miliki dapat melukai perasaan orang-orang di sekitar kita. Dan sampai pada saatnya nanti, luka itu akan kembali pada kita.
Sombong itu tidak abadi. kerendahan hati membawa kenangan yang tak terlupakan. semoga bermanfaat.
Silahkan berbagi jika ini bermakna dan berkenan mendidik pemahaman anda.
Sumber: Facebook Pendidikan Karakter
Twitter: @penakarakter
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Saat mereka kaya dengan ilmu atau pun harta, maka akan sangat sulit untuk berbagi dan takut untuk disaingi.
Ketika orang menjadi sombong, mereka akan haus dengan pujian-pujian.
Kita dilahirkan dengan telanjang. Tidak ada bayi yang lahir dengan membawa gelar atau pun kekayaan.
Kita lahir pun juga karena pertolongan orang lain, kita tidak bisa lahir dengan sendirinya. Seorang ibu dengan bantuan dokter, bersama-sama berjuang melawan maut untuk melahirkan kita.
Lalu apa yang pantas untuk kita sombongkan?
Kesombongan dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri.
Saat kita sombong, kita akan menjadi egois dan tidak membutuhkan orang lain.
Bagaimana saat kita mengalami kesukaran?
Dapatkah kita meminta pertolongan pada "kesombongan" itu sendiri?
Kesombongan dapat menjadi alat pembunuh untuk diri sendiri.
Kesombongan yang kita miliki dapat melukai perasaan orang-orang di sekitar kita. Dan sampai pada saatnya nanti, luka itu akan kembali pada kita.
Sombong itu tidak abadi. kerendahan hati membawa kenangan yang tak terlupakan. semoga bermanfaat.
Silahkan berbagi jika ini bermakna dan berkenan mendidik pemahaman anda.
Sumber: Facebook Pendidikan Karakter
Twitter: @penakarakter
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Masalah Hidup: Pahitnya Hidup
Ada seorang tua bijak didatangi seorang pemuda yang sedang menghadapi masalah.
Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua masalahnya.
Pak tua bijak hanya mendengar dengan seksama, lalu ia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu mengambil segelas air.
Ditaburkanlah serbuk pahit itu ke dlm gelas dan diaduk perlahan, "Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya?" Ujar pak tua
"Pahit sekali....." Jawab pemuda itu
Pak tua itu tersenyum, mengajak pemuda itu untuk berjalan ke tepi danau di belakang rumahnya.
Mereka berjalan berdampingan & akhirnya sampailah mereka berdua ke tepi danau yang tenang itu. Sesampai disana, pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke danau itu dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya,
"Coba ambil air dari danau itu dan minumlah"
Saat si pemuda mereguk air itu, pak tua bertanya lagi, "Bagaimana rasanya...?"
"Segar...." sahut si pemuda....
" Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu?" Tanya pak tua itu
" Tidak...." Sahut pemuda itu.
Pak tua itu tertawa sambil berkata "Anak muda..." Dengarkan baik-baik, pahitnya kehidupan sama seperti segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnya pun sama dan memang akan tetap sama.
Tapi "INGAT.." kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.
*Jadi saat kita merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yang kita dapat lakukan:
"Luaskan dan perbesar kapasitas hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu" Hati kita adalah wadah itu.
Jangan jadikan hati kita seperti gelas, tetapi buatlah hati kita seperti danau yang besar dan mampu menampung setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kedamaian
Semoga bermanfaat
(jika ada manfatnya, silahkan berbagi dengan sesama)
Sumber: Facebook: Pendidikan Karakter/ twitter: @penakarakte
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tanpa membuang waktu pemuda itu langsung menceritakan semua masalahnya.
Pak tua bijak hanya mendengar dengan seksama, lalu ia mengambil segenggam serbuk pahit dan meminta anak muda itu mengambil segelas air.
Ditaburkanlah serbuk pahit itu ke dlm gelas dan diaduk perlahan, "Coba minum ini dan katakan bagaimana rasanya?" Ujar pak tua
"Pahit sekali....." Jawab pemuda itu
Pak tua itu tersenyum, mengajak pemuda itu untuk berjalan ke tepi danau di belakang rumahnya.
Mereka berjalan berdampingan & akhirnya sampailah mereka berdua ke tepi danau yang tenang itu. Sesampai disana, pak tua itu kembali menaburkan serbuk pahit ke danau itu dan dengan sepotong kayu ia mengaduknya,
"Coba ambil air dari danau itu dan minumlah"
Saat si pemuda mereguk air itu, pak tua bertanya lagi, "Bagaimana rasanya...?"
"Segar...." sahut si pemuda....
" Apakah kamu merasakan pahit di dalam air itu?" Tanya pak tua itu
" Tidak...." Sahut pemuda itu.
Pak tua itu tertawa sambil berkata "Anak muda..." Dengarkan baik-baik, pahitnya kehidupan sama seperti segenggam serbuk pahit ini, tak lebih tak kurang. Jumlah dan rasa pahitnya pun sama dan memang akan tetap sama.
Tapi "INGAT.." kepahitan yang kita rasakan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki.
*Jadi saat kita merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu yang kita dapat lakukan:
"Luaskan dan perbesar kapasitas hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu" Hati kita adalah wadah itu.
Jangan jadikan hati kita seperti gelas, tetapi buatlah hati kita seperti danau yang besar dan mampu menampung setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kedamaian
Semoga bermanfaat
(jika ada manfatnya, silahkan berbagi dengan sesama)
Sumber: Facebook: Pendidikan Karakter/ twitter: @penakarakte
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Subscribe to:
Posts (Atom)